Jumat, 26 April 2013
0
komentar
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam berbagai literatur
llmu Keuangan Negara dan Pengantar llmu Hukum Pajak terdapat pembedaan atau
penggolongan pajak (classes of taxes, kind of taxes) serta jenis-jenis pajak.
Pembedaan atau penggolongan tersebut didasarkan pada suatu kriteria, seperti
siapa yang membayar pajak; siapa yang pada akhirnya memikul beban pajak; apakah
beban pajak dapat dilimpahkan/dialihkan kepada pihak lain atau tidak; siapa
yang memungut; serta sifat-sifat yang melekat pada pajak yang bersangkutan.
Pada umumnya pajak digolongkan atas beberapa bagian seperti Pajak Langsung dan
Pajak Tidak Langsung, penggolongan pajak pusat dan pajak daerah, menurut
golongan pajak, pajak subjektif dan objektifserta menurut pajak pribadi atau
menurut pajak kebendaan. OECD juga membuat penggolongan tersendiri atas
kriteria tertentu.
Prinsip
Pemungutan Pajak
Mengapa fiskus suatu negara
berhak memungut pajak dari penduduknya?. Menurut teori asuransi, fiskus berhak
memungut pajak dari penduduknya, karena negara dianggap identik dengan
perusahaan asuransi, dan wajib pajak adalah tertanggung yang wajib membayar
premi dalam hal ini pajak. Negara yang berhak memungut pajak itu, menurut
penganut teori ini, melindungi segenap rakyatnya.Namun teori ini mempunyai kelemahan-kelemahan,
antara lain dengan eksistensi imbalan yang akan diberikan negara jika
tertanggung dalam hal ini wajib pajak menderita risiko. Sebab sebagaimana
kenyataannya, negara tidak pernah memberi uang santunan kepada wajib pajakyang
tertimpa musibah. Lagi pula kalau ada imbalan dalam pajak, maka hal itu
sebenarnya bertentangan dengan unsur dalam definisi pajak itu sendiri. Para
penganut teori ini mengatakan, bahwa negara berhak memungut pajakdari
penduduknya, karena penduduk negara tersebut mempunyai kepentingan kepada
negara. Makin besar kepentingan penduduk kepada negara, maka makin besar pula
perlindungan negara kepadanya.
Sama dengan teori asuransi,
teori ini mempunyai kelemahan antara lain tentang fungsi negara untuk
melindungi segenap rakyatnya. Negara tidak boleh memilih-milih dalam melindungi
penduduknya. Jika misalnya di suatu RT (Rukun Tetangga) terjadi kebakaran,
apakah hanya merekayang sudah bayar pajak yang dibantu dan diselamatkan oleh
petugas mobil kebakaran? Di samping itu jika ditinjau dari unsur definisi
pajak, maka adanya hubungan langsung atau kontraprestasi (dalam hal ini
kepentingan wajib pajak) telah menggugurkan eksistensi pajak itu sendiri.
Adapun teori bakti dapat
dikatakan sama dengan teori kedaulatan negara pada mata kuliah Pengantar llmu
Hukum. Penduduk harus tunduk atau patuh kepada negara, karena negara sebagai
suatu lembaga atau organisasi sudah eksis, sudah ada dalam kenyataan. Teori
bakti mengajarkan, bahwa penduduk adalah bagiandari suatu negara; penduduk
terikat pada keberadaan negara, karenanya penduduk wajib membayar pajak, wajib
berbakti kepada negara. Penganut teori bakti menganjurkan untuk membayar pajak
kepada negara dengan tidak bertanya-tanya lagi apayang menjadi dasar bagi
negara untuk memungut pajak. Karena organisasi atau lembaga yakni negara telah
ada sebagai suatu kenyataan, maka penduduknya wajib secara mutlak membayar
pajak, wajib berbakti kepada negara.
Selain itu ada pula yang
disebut dengan teori daya pikul sebenarnya tidak memberikan jawaban atas justifikasi
pemungutan pajak. Teori ini hanya mengusulkan supaya dalam memungut pajak
pemerintah harus memperhatikan daya pikuldari wajib pajak. Jadi wajib pajak
membayar pajak sesuai dengan daya pikulnya. Ajaran teori ini ternyata masih
dapat bertahan sampai sekarang, yakni seorang wajib pajak tidak akan dikenakan
pajak penghasilanatas seluruh penghasilan kotornya. Suatu jumlah yang
dibutuhkan untuk mempertahankan hidupnya haruslah dikeluarkan terlebih dahulu
sebelum dikenakan tarif pajak. Jumlah yang dikeluarkan tersebut disebut
penghasilan tidak kena pajak, minimum kehidupan atau pendapatan bebas pajak
minimum of subsistence.
BAB
II PEMABAHASAN
A.
SISTEM
PERPAJAKAN
Ludwig von Bertalanffy,
seorang biopsikologi bangsa Jerman yang menulis General System Theory pada
tahun 1950-an mengemukakan bahwa semua fenomena mempunyai hubungan seperti
dalam ilmu alam: ada organ, sel dan mulekul. Suatu masyarakat terdiridari
suprasistem, sistem dan subsistem.
Sistem perpajakan dapat
disebut sebagai metode atau cara bagaimana mengelola utang pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak dapat mengalir ke Kas Negara. Contoh: Ditinjau dari tingkatan
negara, maka negara adalah suatu suprasistem, Keuangan Negara adalah sistem dan
perpajakan adalah subsistem Ditinjau dari tingkatan perpajakan, maka perpajakan
di Indonesia adalah suatu suprasistem, pajak penghasilan adalah sistem dan
pajak penghasilanatas karyawan adalah subsistem. Dalam sistem perpajakan di
Indonesia dikenal Self Asssessment System, Official Assessment System dan
Withholding tax System.
Self Assessment System
adalah suatu sistem perpajakan yang memberi kepercayaan kepada Wajib Pajak
untuk memenuhi dan melaksanakan sendiri kewajiban dan hak perpajakannya
Withholding tax system
adalah suatu sistem perpajakan dimana pihak ketiga diberi kepercayaan
(kewajiban), atau diberdayakan (empowerment) oleh undang-undang perpajakan
untuk memotong pajak penghasilan sekian persendari penghasilan yang dibayarkan
kepada Wajib Pajak.
Official Assessment System adalah suatu
sistem perpajakan dalam mana inisiatif untuk memenuhi kewajiban perpajakan
berada di pihak fiskus.
B.
TARIF
PAJAK
Dalam berbagai literatur
perpajakan dikenal lima macam tarif pajak yakni tarif tetap (fixed rate), tarif
proporsional (proportional rate), tarif progresif (progressive rate), tarif
regresif (regressive rate) dan tarif degresif (degressive rate).
Tarif tetap adalah tarif
yang jumlah pajaknya dalam rupiah (atau dollar) bersifat tetap walaupun Objek
Pajaknya jumlahnya berbeda-beda. Misalnya tarif Bea Meterai berdasarkan Undang-Undang
No. 13 Tahun 1985. Jumlah Bea Meteraiatas kuitansi atau tanda terima uang di
atas Rp1.000.000,- adalah Rp6.000,- Walaupun uang yang diterima besarnya
Rp100.000.000,- atau Rp10.000.000.000,- dan seterusnya, jumlah Bea Meterai yang
terutang tetap Rp6.000,-
Sedangkan yang dimaksud
dengan tarif proporsional adalah tarif yang prosentasenya tetap walaupun jumlah
objek pajaknya berubah-ubah. Misalnya tarif PPN 10% atas Rp100.000,- 10% atas
Rp50.000.000,- 10% atas Rp10.000.000.000,-
Tarif Pajak yang bersifat progresif adalah
tarif pajak yang makin tinggi objek pajaknya, maka makin tinggi pula prosentase
tarif pajaknya. Misalnya tarif Pajak Pendapatan tahun 1944, Tarif Pajak
Penghasilan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
Adapun tarif pajak regresif
adalah tarif pajak yang makin tinggi objek pajak, maka makin rendah prosentase
tarifnya. Sedangkan tarif Pajak Degresif adalah tarif pajak yang apabila objek
pajaknya makin tinggi, maka makin rendah tarifnya. Tarif ini pernah berlaku
untuk Bea Warisan. Makin tinggi warisan yang akan diterima oleh ahli waris,
maka tarif bea atau pajak atas warisan makin kecil.
C.
HUKUM
PAJAK
Hukum pajak atau hukum
fiskal ialah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang
pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada
masyarakat dengan melalui kas Negara, sehingga ia merupakan bagiandari hukum
publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang
atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak.
Hukum Pajak dibedakan
antara Hukum Pajak Materiil (Material tax law) dan hukum Pajak Formal (Formal
tax law). Hukum Pajak Materiil adalah hukum pajak yang memuat
ketentuan-ketentuan tentang siapa-siapa yang dikenakan pajak, dan siapa-siapa
dikecualikan dari pengenaan pajak, apa saja yang dikenakan pajak dan berapa
yang harus dibayar.
Hukum Pajak Formal adalah
hukum pajak yang memuat ketentuan-ketentuan bagaimana mewujudkan hukum pajak
materiil menjadi kenyataan. Secara mudah dapat dirumuskan bahwa hukum pajak
materiil berisi ketentuan-ketentuan tentang siapa, apa dan berapa. Hukum Pajak
Formal berisi ketentuan tentang bagaimana.
Hukum pajak formal merupakan
ketentuan-ketentuan yang mengatur bagaimana mewujudkan hukum pajak materiil
menjadi kenyataan. Misalnya hukum pajak materiil menetapkan, bahwa seseorang
yang bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua
belas bulan, dan mempunyai penghasilan yang jumlahnya di atas PTKP, maka orang
yang bersangkutan telah mempunyai kewajiban untuk membayar pajak dan statusnya
telah menjadi Wajib Pajak.
D.
SANKSI
PAJAK
Sanksi administrasi menurut
UU KUP dibagi atas 3 macam yaitu berupa denda, bunga dan kenaikan. Hukum Pidana
Fiskal dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu
- Peraturan Hukum Pidana mengenai Pajak Langsung dan Pajak Peredaran (PPe)/PPn;
- Peraturan Hukum Pidana mengenai Bea Cukai; dan
- Hukum Pidana Pemerintahan/Quasi/ Semu/Tidak Sebenarnya.
Sanksi administrasi berupa
denda dikenakan terhadap pelanggaran peraturan yang bersifat hukum publik.
Dalam hal ini, sanksi administrasi dikenakan terhadap pelanggaran ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang akibat pelanggarannya pada umumnya
tidak merugikan negara.
Sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% sebulan dikenakan terhadap wajib pajak yang membetulkan SPT,
dikenakan SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar), tidak melunasi utang
pajak pada saat jatuh tempo, terlambat membayar SKPKB dan SKPKBT, mengangsur
atau menunda pembayaran pajak serta menunda penyampaian SPT.
Sedangkan sanksi
administrasi berupa kenaikan (kenaikan pajak atau tambahan pajak) dikenakan
terhadap pelanggaran ketentuan perundang-undangan perpajakan, yang akibat
pelanggaran itu negara dirugikan. Menurut Undang-Undang KUP tahun 2000,
kenaikan adalah sanksi administrasi yang menaikkan jumlah pajak yang harus
dibayar wajib pajak dengan persentase antara 50-100% dari jumlah pajak yang
tidak/kurang dibayar.
E.
UTANG
PAJAK
Menurut faham formal utang
pajak timbul karena perbuatan fiskus, yakni fiskus menerbitkan SKP. Dalam
contoh di atas, utang pajak si A baru akan timbul sesudah fiskus menerbitkan
SKP. Secara ekstrim, si A tidak mempunyai kewajiban membayar pajak penghasilan/
pendapatannya jika fiskus belum menerbitkan SKP.
Menurut faham materiil
utang pajak timbul karena terpenuhinya ketentuan-ketentuan yang disyaratkan
dalam undang-undang. Terpenuhinya ketentuan dalam undang-undang tersebut
disebut sebagai tatbestand. Misalnya syarat timbulnya utang pajak bagi si A
dalam contoh di atas menurut UU PPh 2000 antara lain :
Jika si A telah bertempat
tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua
belas bulan, dan si A telah mempunyai penghasilan setahun di atas PTKP, maka
sudah timbul utang pajak bagi si A. Dia tidak perlu menunggu fiskus menerbitkan
SKP. Timbulnya utang pajak menurut faham materiil secara sederhana dapat
dikatakan karena Undang-Undang atau karena tatbestand.
BAB
III KESIMPULAN
Hukum Pajak dibedakan
antara Hukum Pajak Materiil (Material tax law) dan hukum Pajak Formal (Formal
tax law). Hukum Pajak Materiil adalah hukum pajak yang memuat
ketentuan-ketentuan tentang siapa-siapa yang dikenakan pajak, dan siapa-siapa
dikecualikan dari pengenaan pajak, apa saja yang dikenakan pajak dan berapa
yang harus dibayar.
Hukum Pajak Formal adalah
hukum pajak yang memuat ketentuan-ketentuan bagaimana mewujudkan hukum pajak
materiil menjadi kenyataan. Secara mudah dapat dirumuskan bahwa hukum pajak
materiil berisi ketentuan-ketentuan tentang siapa, apa dan berapa. Hukum Pajak
Formal berisi ketentuan tentang bagaimana.
Hukum pajak formal merupakan
ketentuan-ketentuan yang mengatur bagaimana mewujudkan hukum pajak materiil
menjadi kenyataan. Misalnya hukum pajak materiil menetapkan, bahwa seseorang
yang bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua
belas bulan, dan mempunyai penghasilan yang jumlahnya di atas PTKP, maka orang
yang bersangkutan telah mempunyai kewajiban untuk membayar pajak dan statusnya
telah menjadi Wajib Pajak
Sanksi administrasi menurut
UU KUP dibagi atas 3 macam yaitu berupa denda, bunga dan kenaikan. Hukum Pidana
Fiskal dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu
- Peraturan Hukum Pidana mengenai Pajak Langsung dan Pajak Peredaran (PPe)/PPn;
- Peraturan Hukum Pidana mengenai Bea Cukai; dan
- Hukum Pidana Pemerintahan/Quasi/ Semu/Tidak Sebenarnya.
Sanksi administrasi berupa denda dikenakan
terhadap pelanggaran peraturan yang bersifat hukum publik. Dalam hal ini,
sanksi administrasi dikenakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang akibat pelanggarannya pada umumnya tidak merugikan negara.
Sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%
sebulan dikenakan terhadap wajib pajak yang membetulkan SPT, dikenakan SKPKB
(Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar), tidak melunasi utang pajak pada saat
jatuh tempo, terlambat membayar SKPKB dan SKPKBT, mengangsur atau menunda
pembayaran pajak serta menunda penyampaian SPT.
Sedangkan sanksi administrasi berupa
kenaikan (kenaikan pajak atau tambahan pajak) dikenakan terhadap pelanggaran
ketentuan perundang-undangan perpajakan, yang akibat pelanggaran itu negara
dirugikan. Menurut Undang-Undang KUP tahun 2000, kenaikan adalah sanksi
administrasi yang menaikkan jumlah pajak yang harus dibayar wajib pajak dengan
persentase antara 50-100% dari jumlah pajak yang tidak/kurang dibayar.
DAFTAR
PUSTAKA
- Sumyar, S.H., M. Hum. Dasar-dasar hukum pajak dan perpajakan Universitas Atma Jaya Yogyakarta (Yogyakarta) 2004.
- http://massofa.wordpress.com/2008/02/05/justifikasi-pemungutan-pajak-huk...
- http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Dampak Pajak
Ditulis oleh Bagio
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://gioakram13.blogspot.com/2013/04/dampak-pajak.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Bagio
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Posting Komentar