Jumat, 26 April 2013
0
komentar
KRITERIA
PAJAK
Pajak adalah iuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan undang-undang —sehingga dapat dipaksakan dengan
tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan
norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif
untuk mencapai kesejahteraan umum.
Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang
"pajak" yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
§ Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran
masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak
mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
§ Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran
rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi
tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah
peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan
sumber utama untuk membiayai public investment.
§ Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M.,
& Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta
ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan,
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang
langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya
untuk menjalankan pemerintahan.
Pajak dari perspektif
ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada
sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan
dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam
menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua,
bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik
yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Pajak menurut Pasal 1 UU
No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah
"kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat
timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat
Ciri
pajak
Dari berbagai definisi yang
diberikan terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai
pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian
secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik
kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain
sebagai berikut:
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai
dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan "pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam
undang-undang."
2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi
perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat
membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya
dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan
umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun
pembangunan.
4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan
apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan
sanksi sesuai peraturan perundag-undangan.
5. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas
Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan
pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi
mengatur / regulatif).
Jenis
Pajak
Di tinjau dari segi Lembaga Pemungut Pajak dapat di bagi
menjadi dua jenis yaitu:
Pajak Negara
- § Pajak Penghasilan
- § Pajak Pertambahan Nilai
- § Pajak Penjualan Barang Mewah
- § Pajak Bumi dan Bangunan
- § Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
- § Pajak Bea Masuk dan Cukai
Pajak Daerah
- § Pajak Kendaraan bermotor
- § Pajak radio
- § Pajak reklame
Fungsi
pajak
Pajak mempunyai peranan
yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan
pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai
semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka
pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
Ø Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan
negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk
menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara
membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini
pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,
pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang
dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi
pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus
ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan
ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
Ø Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur
pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak
bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka
menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan
berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi
dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar
negeri.
Ø Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak,
pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan
stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan
antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan
pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
Ø Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut
oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk
juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang
pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Syarat
pemungutan pajak
Tidaklah mudah untuk
membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan
membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan
karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai maswalah, maka
pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
§ Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya produk hukum
pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan
pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.
Contohnya:
1. Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
2. Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi
syarat sebagai wajib pajak
3. Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum
sesuai dengan berat ringannya pelanggaran
§ Pengaturan pajak
harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD
1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan
negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
- Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya
- Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum
- Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak
- Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak
mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun
jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan
menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil
dan menengah.
§ Pemungutan pajak harus efesien
Biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai
pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh
karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk
dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam
pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
§ Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut
akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana
akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai
sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan
kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak
rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.
Contoh:
- Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif
- Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%
- Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)
Asas
pemungutan
Asas
pemungutan pajak menurut pendapat para ahli
Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa
ahli yang mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:
Adam Smith, pencetus teori The Four Maxims
1. Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan
ajaran yang terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah
sebagai berikut.
- Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
- Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
- Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
- Asas Effeciency (asas efesien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
2. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai
berikut.
- Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.
- Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
- Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
- Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
- Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandinglan sengan nilai obyek pajak. Sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.
3. Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan pahak adalah sebagai
berikut.
- Asas politik finalsial : pajak yang dipungut negara jumlahnya memadadi sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara
- Asas ekonomi: penentuan obyek pajak harus tepat Misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah
- Asas keadilan yaitu pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula.
- Asas administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.
- Asas yuridis segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.
Asas
Pengenaan Pajak
Agar negara dapat
mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang
bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja
harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia,
secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa
segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk
dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau
dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.
Terdapat beberapa asas yang
dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk
mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang
paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak
adalah:
- Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle), berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).
- Asas sumber, Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan penge¬naan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
- Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle).Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara mengga¬bungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.
Terdapat beberapa
perbedaan prinsipil antara asas domisili atau kependudukan dan asas
nasionalitas atau kewarganegaraan di satu pihak, dengan asas sumber di pihak
lainnya. Pertama, pada kedua asas yang disebut pertama, kriteria yang dijadikan
landasan kewenangan negara untuk mengenakan pajak adalah status subjek yang
akan dikenakan pajak, yaitu apakah yang bersangkutan berstatus sebagai penduduk
atau berdomisili (dalam asas domisili) atau berstatus sebagai warga negara
(dalam asas nasionalitas). Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi objek
pajak tidaklah begitu penting. Sementara itu, pada asas sumber, yang menjadi
landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah objek yang akan dikenakan
pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan yang
memperoleh atau menerima penghasilan tidak begitu penting. Kedua, pada kedua
asas yang disebut pertama, pajak akan dikenakan terhadap penghasilan yang
diperoleh di mana saja (world-wide income), sedangkan pada asas sumber,
penghasilan yang dapat dikenakan pajak hanya terbatas pada
penghasilan-penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara
yang bersangkutan.
Kebanyakan negara, tidak
hanya mengadopsi salah satu asas saja, tetapi mengadopsi lebih dari satu asas,
bisa gabungan asas domisili dengan asas sumber, gabungan asas nasionalitas
dengan asas sumber, bahkan bisa gabungan ketiganya sekaligus.
Indonesia, dari
ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994,
khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat
disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus
dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang
parsial, yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian
subjek pajak untuk orang pribadi.
Jepang, misalnya untuk
individu yang merupakan penduduk (resident individual) menggunakan asas
domisili, di mana berdasarkan asas ini seorang penduduk Jepang berkewajiban
membayar pajak penghasilan atas keseluruhan penghasilan yang diperolehnya, baik
yang diperoleh di Jepang maupun di luar Jepang. Sementara itu, untuk yang bukan
penduduk (non-resident) Jepang, dan badan-badan usaha luar negeri berkewajiban
untuk membayar pajak penghasilan atas setiap penghasilan yang diperoleh dari
sumber-sumber di Jepang.
Australia, untuk semua
badan usaha milik negara maupun swasta yang berkedudukan di Australia,
dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh dari seluruh sumber
penghasilan. Semen¬tara itu, untuk badan usaha luar negeri, hanya dikenakan
pajak atas penghasilan dari sumber yang ada di Australia.
Teori
pemungutan
Menurut R. Santoso Brotodiharjo SH, dalam bukunya Pengantar
Ilmu Hukum Pajak, ada beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan pajak,
yaitu:
1. Teori asuransi, menurut teori ini, negara mempunyai tugas
untuk melindungi warganya dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya
maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya
seperti layaknya dalam perjanjian asuransi deiperlukan adanya pembayaran premi.
Pembayaran pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini
banyajk ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan
asuransi.
2. Teori kepentingan, menurut teori ini, dasar pemungutan pajak
adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan
dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan,
maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini banyak
ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan perlindungan
orang miskin lebih tinggi daripada orang kaya. Ada perlindungan jaminan sosial,
kesehatan, dan lain-lain. Bahkan orang yang miskin justru dibebaskan dari beban
pajak.
Penerimaan
Pajak di Indonesia
Target penerimaan negara
Indonesia di sektor pajak tahun 2006 secara nasional sebesar Rp 362 trilyun
atau mengalami peningkatan 20 persen dari 2005 lalu. Angka tersebut terdiri Rp
325 trilyun dari pajak dan Rp 37 trilyun dari Pajak Penghasilan (PPh) Migas.
Target penerimaan negara dari perpajakan dalam APBN 2006
mencapai Rp.402,1 triliun. Target penerimaan itu antara lain berasal dari:
- Pajak Penghasilan (PPh) Rp.198,22 triliun
- Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) Rp.126,76 triliun
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp.15,67 triliun
- Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Rp.5,06 triliun
- penerimaan pajak lainnya Rp.2,76 triliun.
Pendapatan pajak itu sudah termasuk pendapatan cukai Rp.36,1
triliun, bea masuk Rp.17,04 triliun dan pendapatan pungutan ekspor Rp.398,1
miliar. Total penerimaan pajak dalam lima tahun terakhir (2001-2005) sudah
mencapai 1.040 triliun.
Sumber
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Klasifikasi Pajak
Ditulis oleh Bagio
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://gioakram13.blogspot.com/2013/04/klasifikasi-pajak.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Bagio
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Posting Komentar