Rabu, 03 April 2013
0
komentar
Menimbang
|
:
|
a.
|
bahwa Negara kita adalah Negara
yang agraris yang perlu dibangun untuk memperbesar produksi dan yang
menyangkut langsung bidang industri, prasarana dan kesehatan serta
kesejahteraan Rakyat;
|
|
b.
|
bahwa dalam rangka pembangunan
tata-perekonomian Nasional perlu diadakan penilaian kembali terhadap
tata-perbankan yang sekarang berlaku sesuai dengan jiwa Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXIII/MPRS/1966;
|
|||
c.
|
bahwa berhubung dengan itu perlu
segera mengatur kembali tata-perbankan supaya dapat lebih dimanfaatkan untuk
kepentingan perkembangan ekonomi dan moneter;
|
|||
d.
|
||||
Mengingat
|
:
|
1.
|
Pasal 5 ayat (1),
pasal 20 ayat (1), pasal 23 dan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945;
|
|
2.
|
Pasal 55 Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXIII/MPRS/1967;
|
|||
3.
|
Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara No. XXXIII/ MPRS/1967.
|
|||
Dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat Gotong Royong;
|
||||
M e m u t u s k a n :
|
||||
Mencabut
|
:
|
1.
|
Peraturan Pemerintah No. 1 tahun
1955 tentang pengawasan terhadap urusan kredit (Lembaran Negara No. 2 tahun
1955) sebagaimana ditambah dan diubah;
|
|
2.
|
Undang-undang No. 23 Prp. tahun
1960 tentang rahasia bank.
|
|||
Menetapkan
|
:
|
Undang-undang tentang Pokok-pokok
Perbankan, sebagai berikut :
|
||
PENDIRIAN DAN PIMPINAN BANK
Pasal 5.
Bank Umum Milik Negara.
|
||||
(1)
|
Bank Umum milik Negara didirikan
dengan Undang-undang berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini.
|
|||
(2)
|
Pembukaan kantor cabang dan
perwakilan dari Bank Umum milik Negara hanya dapat dilakukan dengan izin
Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
|
|||
Pasal 6.
|
||||
(1)
|
Bank Umum milik Negara dipimpin
oleh Direksi yang jumlah anggota dan susunannya serta tugas, wewenang dan
tanggung-jawabnya ditetapkan dalam Undang-undang tentang pendirian bank
tersebut.
|
|||
(2)
|
Anggota Direksi adalah warga
negara Indonesia yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul
Menteri Keuangan.
|
|||
(3)
|
Pengangkatan termaksud dalam ayat
(2) dilakukan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan setelah waktu itu
berakhir anggota Direksi yang bersangkutan dapat diangkat kembali.
|
|||
(4)
|
Anggota Direksi termaksud dalam
ayat (1) harus memiliki keahlian dan akhlak serta moral yang baik.
|
|||
Pasal 7.
|
||||
(1)
|
Dewan Pengawas Bank Umum milik
Negara mengawasi pengurusan atas bank yang dilakukan oleh Direksi.
|
|||
(2)
|
Tugas, wewenang, tanggung-jawab
dan susunan Dewan Pengawas Bank termaksud dalam ayat (1) ditetapkan dalam
Undang-undang tentang pendirian bank yang bersangkutan.
|
|||
(3)
|
Direksi Bank Umum milik Negara
bertanggung-jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Pengawas Bank yang
bersangkutan.
|
|||
(4)
|
Ketentuan-ketentuan dalam pasal 6
ayat (2), (3) dan (4) berlaku juga untuk Dewan Pengawas Bank.
|
|||
Pasal 8.
Bank Umum Swasta.
|
||||
(1)
|
Bank Umum Swasta hanya boleh
didirikan dan menjalankan usaha sebagai bank setelah mendapat izin usaha dari
Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Bank Indonesia dan atas dasar
syarat-syarat sebagai berikut :
|
|||
a.
|
berbentuk hukum perseroan
terbatas.
|
|||
b.
|
mempunyai modal yang telah dibayar
sekurang-kurangnya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Menteri Keuangan dapat menetapkan
jumlah modal dibayar minimum yang lebih tinggi menurut perkembangan keadaan
dengan memperhatikan kondisi setempat.
|
|||
c.
|
saham-saham dari perseroan
terbatas seluruhnya harus dimiliki oleh warta negara Indonesia dan/atau
badan-badan hukum yang peserta- pesertanya dan pimpinannya terdiri atas warga
negara Indonesia, menurut syarat-syarat yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
Saham-saham tersebut hanya boleh
dikeluarkan ,,atas nama". Setiap pemindah-tanganan saham wajib
dilaporkan kepada Bank Indonesia.
|
|||
d.
|
pimpinan dan pegawai dari bank
yang mempunyai kedudukan vital harus seluruhnya warga-negara Indonesia.
|
|||
(2)
|
Pembukaan kantor cabang dan
perwakilan dari Bank Umum Swasta hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri
Keuangan, setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
|
|||
(3)
|
Menteri Keuangan mengatur lebih
lanjut tentang syarat-syarat tambahan, cara-cara pengajuan permintaan izin
usaha Bank Umum Swasta dan syarat-syarat pembukaan cabang dan perwakilan.
|
|||
Pasal 9.
Bank Umum Koperasi.
|
||||
(1)
|
Bank Umum Koperasi hanya boleh
didirikan dan menjalankan usaha sebagai bank setelah mendapat izin usaha dari
Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Bank Indonesia dan atas dasar
syarat-syarat sebagai berikut :
|
|||
a.
|
berbentuk hukum koperasi.
|
|||
b.
|
mempunyai simpanan pokok
sekurang-kurangnya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) dengan ketentuan bahwa
pada waktu pendirian, dari jumlah simpanan pokok tersebut sekurang-kurangnya
sudah tersedia Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) dan sisanya sebesar Rp.
500.000,- (lima ratus ribu rupiah) sudah harus terkumpul dalam waktu 1 (satu)
tahun terhitung mulai tanggal pendirian tersebut.
|
|||
c.
|
Menteri Keuangan dapat menetapkan
jumlah simpanan pokok minimum yang lebih tinggi menurut perkembangan keadaan
dengan memperhatikan kondisi setempat.
|
|||
d.
|
Pimpinan dan pegawai dari bank
seluruhnya adalah Warga Negara Indonesia.
|
|||
(2)
|
Pembukaan kantor cabang dan
perwakilan dari Bank Umum Koperasi hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri
Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
|
|||
(3)
|
Menteri Keuangan mengatur lebih
lanjut tentang syarat-syarat tambahan, cara-cara pengajuan permintaan izin
usaha Bank Umum Koperasi dan syarat-syarat pembukaan cabang dan perwakilan.
|
|||
(4)
|
Tata-kerja Bank Umum Koperasi akan
diatur tersendiri oleh Bank Indonesia bersama-sama dengan Departemen yang
mengurus masalah perkoperasian dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam
pasal 23, 25 dan 31 Undang-undang ini.
|
|||
Pasal 10.
Bank Tabungan milik Negara.
Bank Tabungan milik Negara
didirikan dengan Undang-undang berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam
Undang-undang ini.
Pasal 11.
Ketentuan-ketentuan dalam pasal 5
ayat(2), pasal 6 dan pasal 7 berlaku juga untuk Bank Tabungan milik Negara.
Pasal 12.
Bank Tabungan Swasta.
|
||||
(1)
|
Bank Tabungan Swasta hanya boleh
didirikan dan menjalankan usaha sebagai bank tabungan setelah mendapat izin
usaha dari Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Bank Indonesia dan
atas dasar syarat-syarat sebagai berikut :
|
|||
a.
|
berbentuk hukum perseroan
terbatas.
|
|||
b.
|
mempunyai modal yang telah dibayar
sekurang-kurangnya Rp. 50.000.-(lima puluh ribu rupiah).
Menteri keuangan dapat menetapkan
jumlah modal dibayar minimum yang lebih tinggi menurut perkembangan keadaan
dengan memperhatikan kondisi setepat.
|
|||
c.
|
memenuhi ketentuan-ketentuan
tersebut dalam pasal 8 ayat (1) c dan d.
|
|||
(2)
|
Ketentuan dalam pasal 8 ayat (2)
dan (3) berlaku juga untuk Bank Tabungan Swasta.
|
|||
Pasal 13.
Bank Tabungan Koperasi.
|
||||
(1)
|
Bank Tabungan Koperasi hanya boleh
didirikan dan menjalankan usaha sebagai bank tabungan setelah mendapat izin
usaha dari Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Bank Indonesia dan
atas dasar syarat-syarat sebagai berikut :
|
|||
a.
|
berbentuk hukum koperasi.
|
|||
b.
|
mempunyai simpanan pokok
sekurang-kurangnya Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah), dengan ketentuan
bahwa pada waktu pendirian dari jumlah simpanan pokok tersebut
sekurang-kurangnya sudah tersedia Rp. 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah)
sudah harus terkumpul dalam waktu 1 (satu) tahun terhitung mulai tanggal
pendirian tersebut.
Menteri Keuangan dapat menetapkan
jumlah simpanan pokok minimum yang lebih tinggi menurut perkembangan keadaan
dengan memperhatikan kondisi setempat.
|
|||
c.
|
memenuhi ketentuan-ketentuan
tersebut dalam pasal 9 ayat (1) huruf d.
|
|||
(2)
|
Ketentuan dalam pasal 9 ayat (2),
(3) dan (4) berlaku juga untuk Bank Tabungan Koperasi.
|
|||
Pasal 14.
Bank Pembangunan milik Negara.
Bank Pembangunan milik Negara
didirikan dengan Undang-undang ber- dasarkan ketentuan-ketentuan dalam
Undang-undang ini.
Pasal 15.
Ketentuan-ketentuan dalam pasal 5
ayat (2), pasal 6 dan pasal 7 berlaku juga untuk Bank Pembangunan milik
Negara.
Pasal 16.
Bank Pembangunan Daerah.
|
||||
(1)
|
Bank Pembangunan Daerah didirikan
menurut ketentuan yang ditetapkan dengan Undang-undang.
|
|||
(2)
|
Bank Pembangunan Daerah baru
menjalankan usahanya setelah mendapat izin usaha dari Menteri Keuangan dengan
mendengar pertimbangan Menteri Dalam Negeri dan Bank Indonesia.
|
|||
(3)
|
Ketentuan dalam pasal 8 ayat (2)
dan (3) berlaku juga untuk Bank Pembangunan Daerah.
|
|||
Pasal 17.
Bank Pembangunan milik Swasta.
|
||||
(1)
|
Bank Pembangunan milik Swasta
hanya boleh didirikan dan menjalankan usahanya sebagai bank pembangunan
setelah mendapat izin usaha dari Menteri Keuangan dengan mendengar
pertimbangan Bank Indonesia dan atas dasar syarat-syarat sebagai berikut :
|
|||
a.
|
berbentuk hukum perseroan
terbatas.
|
|||
b.
|
mempunyai modal yang telah dibayar
sekurang-kurangnya Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah).
Menteri Keuangan dapat menetapkan
jumlah modal dibayar minimum yang lebih tinggi menurut perkembangan keadaan
dengan memperhatikan kondisi setempat.
|
|||
c.
|
memenuhi ketentuan tersebut dalam
pasal 8 ayat (1) huruf c dan d.
|
|||
(2)
|
Ketentuan dalam pasal 8 ayat (2)
dan (3) berlaku juga untuk Bank Pembangunan Swasta.
|
|||
Pasal 18.
Bank Pembangunan Koperasi.
|
||||
(1)
|
Bank Pembangunan Koperasi hanya
boleh didirikan dan menjalankan usahanya sebagai bank pembangunan setelah
mendapat izin usaha dari Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Bank
Indonesia dan atas dasar syarat-syarat sebagai berikut :
|
|||
a.
|
berbentuk hukum koperasi.
|
|||
b.
|
mempunyai simpanan pokok
sekurang-kurangnya Rp. 2000.000,- (dua juta rupiah) dengan ketentuan bahwa
pada waktu pendirian dari jumlah simpanan pokok tersebut sekurang-kurangnya
sudah tersedia Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) dan sisanya sebesar Rp.
1.000. 000,- (satu juta rupiah) sudah harus terkumpul dalam waktu 1 (satu)
tahun terhitung mulai tanggal pendirian tersebut.
Menteri Keuangan dapat menetapkan
jumlah simpanan pokok minimum yang lebih tinggi menurut perkembangan keadaan
dengan memperhatikan kondisi setempat.
|
|||
c.
|
memenuhi ketentuan-ketentuan
tersebut dalam pasal 9 ayat (1) huruf d.
|
|||
(2)
|
Ketentuan dalam pasal 9 ayat (2),
(3) dan (4) berlaku juga untuk Bank Pembangunan Koperasi.
|
|||
BANK ASING.
Pasal 19.
|
||||
(1)
|
Bank Asing diperkenankan
menjalankan usahanya di Indonesia hanya dibidang bank pembangunan dan/atau
bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini, dengan mengutamakan
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi pembangunan Negara dan kepentingan
nasional pada umumnya.
|
|||
(2)
|
Bank Asing tersebut dalam ayat (1)
hanya dapat didirikan dan menjalankan usaha sebagai bank setelah mendapat
izin usaha dari Menteri Keuangan. Izin tersebut diberikan oleh Menteri
Keuangan sesudah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
|
|||
Pasal 20.
Bank Asing tersebut dalam pasal 19
hanya dapat didirikan dalam bentuk :
|
||||
a.
|
cabang dari bank yang sudah ada
diluar negeri;
|
|||
b.
|
suatu Bank Campuran antara Bank
Asing dan Bank Nasional di Indonesia yang berbadan hukum Indonesia dan
berbentuk perseroan terbatas.
|
|||
Pasal 21.
Saham-saham dari perseroan
terbatas tersebut dalam pasal 20 huruf (b) hanya boleh dikeluarkan ,,atas
nama".
Pasal 22.
Hal-hal tentang Bank Asing yang
belum diatur dalam Undang-undang ini ditetapkan dengan Undang-undang.
|
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Pokok Pokok Perbankan
Ditulis oleh Bagio
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://gioakram13.blogspot.com/2013/04/undang-undang-republik-indonesia-nomor_1593.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Bagio
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Posting Komentar