Selasa, 23 April 2013
0
komentar
1. CAMPUR TANGAN PEMERINTAH TERHADAP SEKTOR PUBLIK
Selama ini sektor publik
tidak luput dari tudingan sebagai sarang korupsi, kolusi, nepotisme,
inefisiensi dan sumber pemborosan negara. Keluhan “birokrat tidak mampu
berbisnis” ditujukan untuk mengkritik buruknya kinerja perusahaan-perusahaan
sektor publik. Pemerintah sebagai salah satu organisasi sektor publik pun tidak
luput dari tudingan ini. Organisasi sektor publik pemerintah merupakan lembaga
yang menjalankan roda pemerintahan yang sumber legitimasinya berasal dari
masyarakat. Oleh karena itu, kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada
penyelenggara pemerintahan haruslah diimbangi dengan adanya pemerintahan yang
bersih.
Pemerintahan
yang bersih atau good governance ditandai dengan tiga pilar utama yang
merupakan elemen dasar yang saling berkaitan (Prajogo, 2001). Ketiga elemen
dasar tersebut adalah partisipasi, transparansi dan akuntabilitas. Suatu
pemerintahan yang baik harus membuka pintu yang seluas-luasnya agar semua pihak
yang terkait dalam pemerintahan tersebut dapat berperan serta atau
berpartisipasi secara aktif, jalannya pemerintahan harus diselenggarakan secara
transparan dan pelaksanaan pemerintahan tersebut harus dapat
dipertanggungjawabkan. Dalam bahasa akuntansi, akuntabilitas (kemampuan
memberikan pertanggungjawaban) merupakan dasar dari pelaporan keuangan (Wilopo,
2001). Pelaporan keuangan pemerintah tersebut memegang peran yang penting agar
dapat memenuhi tugas pemerintahan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat dalam suatu masyarakat yang demokratis.
Dalam
negara demokrasi, “pelaporan keuangan yang transparan” merupakan sesuatu yang
dituntut oleh rakyat kepada pemerintahnya. Sebaliknya, dalam negara demokrasi,
pemerintah berkewajiban memberikan laporan keuangan yang transparan kepada
rakyat. Pemerintah demokratis harus bertanggung jawab atas integritas, kinerja
dan kepengurusan, sehingga pemerintah harus menyediakan informasi yang berguna
untuk menaksir akuntabilitas serta membantu dalam pengambilan keputusan
ekonomi, sosial dan politik. Pemerintah adalah entitas pelapor (reporting
entity) yang harus membuat laporan keuangan dengan beberapa pertimbangan
berikut : (Partono, 2000) :
- Pemerintah menguasai dan mengendalikan sumber-sumber yang signifikan
- Penggunaan sumber-sumber tersebut oleh pemerintah dapat berdampak luas terhadap kesejahteraan ekonomi rakyat
- Terdapat pemisahan antara manajemen dan pemilikan sumber-sumber tersebut
Laporan
keuangan yang dihasilkan oleh organisasi sektor publik pemerintah merupakan
instrumen utama untuk menciptakan akuntabilitas sektor publik (Mardiasmo,
2002). Akuntabilitas mengacu pada kewajiban perseorangan, suatu kelompok atau
suatu organisasi yang diasumsikan harus melaksanakan kewenangan dan/atau
pemenuhan tanggung jawab. Kewajiban tersebut meliputi :
- Answering, usaha untuk memberikan penjelasan atau justifikasi untuk pelaksanaan dan/atau pemenuhan tanggung jawab
- Reporting, pelaporan hasil atas pelaksanaan dan/atau pemenuhan
- Producing, asumsi kewajiban atas hasil yang dicapai
Adanya
tuntutan yang semakin besar terhadap pelaksanaan akuntabilitas publik
menimbulkan implikasi bagi manajemen sektor publik untuk memberikan informasi
kepada publik, salah satunya melalui informasi akuntansi yang berupa laporan
keuangan. Dilihat dari sisi internal organisasi, laporan keuangan sektor publik
merupakan alat pengendalian dan evaluasi kinerja manajerial dan organisasi.
Sedangkan dari sisi eksternal, laporan keuangan merupakan alat
pertanggungjawaban kepada publik dan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.
Menurut GASB, tujuan laporan keuangan sektor publik adalah (Mardiasmo, 2002) :
a. Mempertanggungjawabkan
pelaksanaan fungsinya (demonstrating accountability)
b. Melaporkan
hasil operasi (reporting operating result)
c. Melaporkan
kondisi keuangan (reporting financial condition)
d. Melaporkan
sumber daya jangka panjang (reporting long live resources)
Seiring
dengan munculnya tuntutan dari masyarakat agar organisasi sektor publik
mempertahankan kualitas, profesionalisme dan akuntabilitas publik serta value
for money dalam menjalankan aktivitasnya serta untuk menjamin dilakukannya
pertanggungjawaban publik oleh organisasi sektor publik, maka diperlukan audit
terhadap organisasi sektor publik tersebut. Audit yang dilakukan tidak hanya
terbatas pada audit keuangan dan kepatuhan, namun perlu diperluas dengan
melakukan audit terhadap kinerja organisasi sektor publik tersebut.
2. JENIS-JENIS AUDIT DALAM AUDIT SEKTOR PUBLIK
Audit
yang dilakukan pada sektor publik pemerintah berbeda dengan yang dilakukan pada
sektor swasta. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan latar
belakang institusional dan hukum, dimana audit sektor publik pemerintah
mempunyai prosedur dan tanggung jawab yang berbeda serta peran yang lebih luas
dibanding audit sektor swasta (Wilopo, 2001).
Secara umum, ada tiga jenis audit dalam
audit sektor publik, yaitu audit keuangan (financial audit), audit
kepatuhan (compliance audit) dan audit kinerja (performance audit).
Audit keuangan adalah audit yang menjamin bahwa sistem akuntansi dan
pengendalian keuangan berjalan secara efisien dan tepat serta transaksi
keuangan diotorisasi serta dicatat secara benar. Audit kepatuhan adalah audit
yang memverifikasi/memeriksa bahwa pengeluaran-pengeluaran untuk pelayanan
masyarakat telah disetujui dan telah sesuai dengan undang-undang peraturan.
Dalam audit kepatuhan terdapat asas kepatutan selain kepatuhan (Harry Suharto,
2002). Dalam kepatuhan yang dinilai adalah ketaatan semua aktivitas sesuai
dengan kebijakan, aturan, ketentuan dan undang-undang yang berlaku. Sedangkan
kepatutan lebih pada keluhuran budi pimpinan dalam mengambil keputusan. Jika
melanggar kepatutan belum tentu melanggar kepatuhan.
Audit yang ketiga adalah audit kinerja
yang merupakan perluasan dari audit keuangan dalam hal tujuan dan prosedurnya.
Audit kinerja memfokuskan pemeriksaan pada tindakan-tindakan dan
kejadian-kejadian ekonomi yang menggambarkan kinerja entitas atau fungsi yang
diaudit. Audit kinerja merupakan suatu proses yang sistematis untuk memperoleh
dan mengevaluasi bukti secara obyektif, agar dapat melakukan penilaian secara
independen atas ekonomi dan efisiensi operasi, efektifitas dalam pencapaian
hasil yang diinginkan dan kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan dan hukum
yang berlaku, menentukan kesesuaian antara kinerja yang telah dicapai dengan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta mengkomunikasikan hasilnya
kepada pihak-pihak pengguna laporan tersebut.
3. AUDIT KINERJA SEKTOR PUBLIK PEMERINTAH
Kinerja
suatu organisasi dinilai baik jika organisasi yang bersangkutan mampu melaksanakan
tugas-tugas dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada standar
yang tinggi dengan biaya yang rendah. Kinerja yang baik bagi suatu organisasi
dicapai ketika administrasi dan penyediaan jasa oleh organisasi yang
bersangkutan dilakukan pada tingkat yang ekonomis, efisien dan efektif. Konsep
ekonomi, efisiensi dan efektivitas saling berhubungan satu sama lain dan tidak
dapat diartikan secara terpisah. Konsep ekonomi memastikan bahwa biaya input
yang digunakan dalam operasional organisasi dapat diminimalkan. Konsep efisien
memastikan bahwa output yang maksimal dapat dicapai dengan sumber daya yang
tersedia. Sedangkan konsep efektif berarti bahwa jasa yang
disediakan/dihasilkan oleh organisasi dapat melayani kebutuhan pengguna jasa
dnegan tepat.
Jadi, audit yang dilakukan dalam audit
kinerja meliputi audit ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Audit ekonomi dan
efisiensi disebut management audit atau operational audit,
sedangkan audit efektivitas disebut program audit. Istilah lain untuk performance
audit adalah Value for Money Audit atau disingkat 3E’s audit (economy,
efficiency and effectiveness audit). Penekanan kegiatan audit pada ekonomi,
efisiensi dan efektivitas suatu organisasi memberikan ciri khusus yang
membedakan audit kinerja dengan audit jenis lainnya.
Berikut
ini adalah karakteristik audit kinerja yang merupakan gabungan antara audit
manajemen dan audit program.
3E
1. Ekonomi
2. Efektivitas
3. Efisiensi
4. Audit
Kinerja/ Value Money for Audit
5. Audit
Program
6. Audit
Manajemen
a. Audit Ekonomi dan Efisiensi
Konsep
yang pertama dalam pengelolaan organisasi sektor publik adalah ekonomi, yang
berarti pemerolehan input dengan kualitas dan kuantits tertentu pada harga yang
terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value yang
dinyatakan dalam satuan moneter. Ekonomi terkait dengan sejauh mana organisasi
sektor publik dapat meminimalisir input resources yang digunakan, yaitu
dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif.
Konsep kedua dalam penegelolaan organisasi
sektor publik adalah efisiensi, yang berarti pencapaian output yang maksimum
dengan input tertentu atau penggunaan input yang terendah untuk mencapai output
tertentu. Efisiensi merupakan perbandingan output/input yang dikaitkan dengan
standar kinerja atau target yang telah ditetapkan.
Dapat disimpulkan bahwa ekonomi
mempunyai arti biaya terendah, sedangkan efisiensi mengacu pada rasio terbaik
antara output dengan biaya (input). Karena output dan biaya diukur dalam unit
yang berbeda, maka efisiensi dapat terwujud ketika dengan sumber daya yang ada
dapat dicapai output yang maksimal atau output tertentu dapat dicapai dengan
sumber daya yang sekecil-kecilnya.
Audit ekonomi dan efisiensi bertujuan
untuk menentukan bahwa suatu entitas telah memperoleh, melindungi, menggunakan
sumber dayanya (karyawan, gedung, ruang dan peralatan kantor) secara ekonomis
dan efisien. Selain itu juga bertujuan untuk menentukan dan mengidentifikasi
penyebab terjadinya praktik-praktik yang tidak ekonomis atau tidak efisien, termasuk
ketidakmampuan organisasi dalam mengelola sistem informasi, prosedur
administrasi dan struktur organisasi
Menurut The General Accounting
Office Standards (1994), beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam
audit ekonomi dan efisiensi, yaitu dengan mempertimbangkan apakah entitas yang
diaudit telah: (1) mengikuti ketentuan pelaksanaan pengadaan yang sehat; (2)
melakukan pengadaan sumber daya (jenis, mutu dan jumlah) sesuai dengan
kebutuhan pada biaya terendah; (3) melindungi dan memelihara semua sumber daya
yang ada secara memadai; (4) menghindari duplikasi pekerjaan atau kegiatan yang
tanpa tujuan atau kurang jelas tujuannya; (5) menghindari adanya pengangguran
sumber daya atau jumlah pegawai yang berlebihan; (6) menggunakan prosedur kerja
yang efisien; (7) menggunakan sumber daya (staf, peralatan dan fasilitas) yang
minimum dalam menghasilkan atau menyerahkan barang/jasa dengan kuantitas dan
kualitas yang tepat; (8) mematuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan perolehan, pemeliharaan dan penggunaan sumber daya Negara; (9)
melaporkan ukuran yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai kehematan
dan efisiensi (Mardiasmo, 2002)
Untuk dapat mengetahui apakah
organisasi telah menghasilkan output yang optimal dengan sumber daya yang
dimilikinya, auditor dapat membandingkan output yang telah dicapai pada periode
yang bersangkutan dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, kinerja
tahun-tahun sebelumnya dan unit lain pada organisasi yang sama atau pada
organisasi yang berbeda.
b. Audit Efektivitas
Konsep
yang ketiga dalam pengelolaan organisasi sektor publik adalah efekivitas.
Efektivitas berarti tingkat pencapaian hasil program dengan target yang
ditetapkan. Efektivitas merupakan perbandingan antara outcome dengan
output. Outcome seringkali dikaitkan dengan tujuan (objectives)
atau target yang hendak dicapai. Jadi dapat dikatakan bahwa efektivitas
berkaitan dengan pencapaian tujuan. Sedangkan menurut Audit Commission (1986)
disebutkan bahwa efektivitas berarti menyediakan jasa-jasa yang benar sehingga
memungkinkan pihak yang berwenang untuk mengimplementasikan kebijakan dan
tujuannya (Mardiasmo, 2002).
Audit efektivitas bertujuan untuk
menentukan tingkat pencapaian hasil atau manfaat yang diinginkan, kesesuaian
hasil dengan tujuan yang ditetapkan sebelumnya dan menentukan apakah entitas
yang diaudit telah mempertimbangkan alternatif lain yang memberikan hasil yang
sama dengan biaya yang paling rendah. Secara lebih rinci, tujuan pelaksanaan
audit efektivitas atau audit program adalah dalam rangka: (1) menilai tujuan
program, baik yang baru maupun yang sudah berjalan, apakah sudah memadai dan
tepat; (2) menentukan tingkat pencapaian hasil suatu program yang diinginkan;
(3) menilai efektivitas program dan atau unsur-unsur program secara terpisah;
(4) mengidentifikasi faktor yang menghambat pelaksanaan kinerja yang baik dan
memuaskan; (5) menentukan apakah manajemen telah mempertimbangkan alternatif
untuk melaksanakan program yang mungkin dapat memberikan hasil yang lebih baik
dan dengan biaya yang lebih rendah; (6) menentukan apakah program tersebut
saling melengkapi, tumpang-tindih atau bertentangan dengan program lain yang
terkait; (7) mengidentifikasi cara untuk dapat melaksanakan program tersebut
dengan lebih baik; (8) menilai ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku untuk program tersebut; (9) menilai apakah sistem pengendalian
manajemen sudah cukup memadai untuk mengukur, melaporkan dan memantau tingkat
efektivitas program; (10) menentukan apakah manajemen telah melaporkan ukuran
yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai efektivitas program
Efektivitas berkenaan dengan dampak suatu
output bagi pengguna jasa. Untuk mengukur efektivitas suatu kegiatan harus
didasarkan pada kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika hal ini belum
tersedia, auditor bekerja sama dengan manajemen puncak dan badan pembuat
keputusan untuk menghasilkan kriteria tersebut dengan berpedoman pada tujuan
pelaksanaan suatu program. Meskipun efektivitas suatu program tidak dapat
diukur secara langsung, ada beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi pelaksanaan suatu program, yaitu mengukur dampak/pengaruh,
evaluasi oleh konsumen dan evaluasi yang menitikberatkan pada proses, bukan
pada hasil.
Tingkat komplain dan tingkat permintaan
dari pengguna jasa dapat dijadikan sebagai pengukuran standar kinerja yang
sederhana untuk berbagai jasa. Evaluasi terhadap pelaksanaan suatu program
hendaknya mempertimbangkan apakah program tersebut relevan atau realistis,
apakah ada pengaruh dari program tersebut, apakah program telah mencapai tujuan
yang telah ditetapkan dan apakah ada cara-cara yang lebih baik dalam mencapai
hasil.
c. Struktur Audit Kinerja
Sebelum
melakukan audit, auditor terlebih dahulu harus memperoleh informasi umum
organisasi guna mendapatkan pemahaman yang memadai tentang lingkungan
organisasi yang diaudit, struktur organisasi, misi organisasi, proses kerja
serta sistem informasi dan pelaporan. Pemahaman lingkungan masing-masing
organisasi akan memberikan dasar untuk memperoleh penjelasan dan analisis ynag
lebih mendalam mengenai sistem pengendalian manajemen.
Berdasarkan hasil analisis terhadap
kelemahan dan kekuatan sistem pengendalian dan pemahaman mengenai keluasan (scope),
validitas dan reabilitas informasi kinerja yang dihasilkan oleh
entitas/organisasi, auditor kemudian menetapkan kriteria audit dan
mengembangkan ukuran-ukuran kinerja yang tepat. Berdasarkan rencana kerja yang
telah dibuat, auditor melakukan pengauditan, mengembangkan hasil-hasil temuan
audit dan membandingkan antara kinerja yang dicapai dengan kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya. Hasil temuan kemudian dilaporkan kepada pihak-pihak yang
membutuhkan yang disertai dengan rekomendasi yang diusulkan oleh auditor. Pada
akhirnya, rekomendasi-rekomendasi yang diusulkan oleh auditor akan
ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang berwenang.
Struktur audit kinerja terdiri atas
tahap pengenalan dan perencanaan, tahap pengauditan, tahap pelaporan dan tahap
penindaklanjutan. Pada tahap pengenalan dilakukan survei pendahuluan dan review
sistem pengendalian manajemen. Pekerjaan yang dilakukan pada survei pendahuluan
dan review sistem pengendalian manajemen bertujuan untuk menghasilkan
rencana penelitian yang detail yang dapat membantu auditor dalam mengukur
kinerja dan mengembangkan temuan berdasarkan perbandingan antara kinerja dan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Tahap pengauditan dalam audit kinerja
terdiri dari tiga elemen, yaitu telaah hasil-hasil program, telaah ekonomi dan
efisiensi dan telaah kepatuhan. Tahapan-tahapan dalam audit kinerja disusun
untuk membantu auditor dalam mencapai tujuan audit kinerja. Review
hasil-hasil program akan membantu auditor untuk mengetahui apakah entitas telah
melakukan sesuatu yang benar. Review ekonomis dan efisiensi akan
mengarahkan auditor untuk mengetahui apakah entitas telah melakukan sesuatu
yang benar secara ekonomis dan efisien. Review kepatuhan akan membantu
auditor untuk menentukan apakah entitas telah melakukan segala sesuatu dengan
cara-cara yang benar, sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku.
Masing-masing elemen tersebut dapat dijalankan sendiri-sendiri atau secara
bersama-sama, tergantung pada sumber daya yang ada dan pertimbangan waktu.
Tahap pelaporan merupakan tahapan yang
harus dilaksanakan karena adanya tuntutan yang tinggi dari masyarakat atas
pengelolaan sumber daya publik. Hal tersebut menjadi alasan utama untuk melaporkan
keseluruhan pekerjaan audit kepada pihak manajemen, lembaga legislatif dan
masyarakat luas. Penyampaian hasil-hasil pekerjaan audit dapat dilakukan secara
formal dalam bentuk laporan tertulis kepada lembaga legislatif maupun secara
informal melalui diskusi dengan pihak manajemen. Namun demikian, akan lebih
baik bila laporan audit disampaikan secara tertulis, karena pengorganisasian
dan pelaporan temuan-temuan audit secara tertulis akan membuat hasil pekerjaan
yang telah dilakukan menjadi lebih permanen. Selain itu, laporan tertulis juga
sangat penting untuk akuntabilitas publik. Laporan tertulis merupakan ukuran
yang nyata atas nilai sebuah pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor. Laporan
yang disajikan oleh auditor merupakan kriteria yang penting bagi kesuksesan
atau kegagalan pekerjaannya.
Tahapan yang terakhir adalah tahap
penindaklanjutan, dimana tahap ini didesain untuk memastikan/memberikan
pendapat apakah rekomendasi yang diusulkan oleh auditor sudah diimplentasikan.
Prosedur penindaklanjutan dimulai dengan tahap perencanaan melalui pertemuan
dengan pihak manajemen untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi organisasi
dalam mengimplementasikan rekomendasi auditor. Selanjutnya, auditor
mengumpulkan data-data yang ada dan melakukan analisis terhadap data-data
tersebut untuk kemudian disusun dalam sebuah laporan.
4. PERLUNYA MENJAGA KUALITAS AUDIT SEKTOR PUBLIK
Audit
sektor publik tidak hanya memeriksa serta menilai kewajaran laporan keuangan
sektor publik, tetapi juga menilai ketaatan aparatur pemerintahan terhadap
undang-undang dan peraturan yang berlaku. Disamping itu, auditor sektor publik
juga memeriksa dan menilai sifat-sifat hemat (ekonomis), efisien serta
keefektifan dari semua pekerjaan, pelayanan atau program yang dilakukan
pemerintah. Dengan demikian, bila kualitas audit sektor publik rendah, akan
mengakibatkan risiko tuntutan hukum (legitimasi) terhadap pejabat pemerintah
dan akan muncul kecurangan, korupsi, kolusi serta berbagai ketidakberesan.
a. Kapabilitas
Teknikal Auditor
Kualitas
audit sektor publik pemerintah ditentukan oleh kapabilitas teknikal auditor dan
independensi auditor (Wilopo, 2001). Kapabilitas teknikal auditor telah diatur
dalam standar umum pertama, yaitu bahwa staf yang ditugasi untuk melaksanakan
audit harus secara kolektif memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk
tugas yang disyaratkan, serta pada standar umum yang ketiga, yaitu bahwa dalam
pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan
kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Disamping standar umum,
seluruh standar pekerjaan lapangan juga menggambarkan perlunya kapabilitas
teknikal seorang auditor.
b. Independensi Auditor
Independensi
auditor diperlukan karena auditor sering disebut sebagai pihak pertama dan
memegang peran utama dalam pelaksanaan audit kinerja, karena auditor dapat
mengakses informasi keuangan dan informasi manajemen dari organisasi yang
diaudit, memiliki kemampuan profesional dan bersifat independen. Walaupun pada
kenyataannya prinsip independen ini sulit untuk benar-benar dilaksanakan secara
mutlak, antara auditor dan auditee harus berusaha untuk menjaga independensi
tersebut sehingga tujuan audit dapat tercapai. Independensi auditor merupakan
salah satu dasar dalam konsep teori auditing. Dalam hal ini ada dua aspek
independensi, yaitu independensi yang sesungguhnya (real independence)
dari para auditor secara individual dalam menyelesaikan pekerjaannya, yang
biasa disebut dengan “practitioner independence”. Real independence
dari para auditor secara individual mengandung dua arti, yaitu kepercayaan diri
(self reliance) dari setiap personalia dan pentingnya istilah yang
berkaitan dengan opini auditor atas laporan keuangan. Aspek independensi yang
kedua adalah independensi yang muncul/tampak (independence in appearance)
dari para auditor sebagai kelompok profesi yang biasa disebut “profession
independence”.
Disamping dua aspek di atas,
independensi memiliki tiga dimensi, yaitu independensi dalam mebuat program,
independensi dalam melakukan pemeriksaan dan independensi dalam membuat
laporan. Independensi dalam membuat program meliputi bebas dari campur tangan
dan perselisihan dengan auditee yang dimaksudkan untuk membatasi, menetapkan
dan mengurangi berbagai bagian audit; bebas dari campur tangan dengan atau suatu
sikap yang tidak kooperatif yang berkaitan dengan prosedur yang dipilih dan
bebas dari berbagai usaha yang dikaitkan dengan pekerjaan audit untuk mereview
selain dari yang diberikan dalam proses audit.
Independensi dalam melakukan
pemeriksaan meliputi akses langsung dan bebas terhadap semua buku, catatan,
pejabat dan karyawan serta sumber-sumber yang berkaitan dengan kegiatan,
kewajiban dan sumber daya yang diperiksa; kerja sama yang aktif dari pimpinan
yang diperiksa selama pelaksanaan pemeriksaan; bebas dari berbagai usaha pihak
diperiksa untuk menentukan kegiatan pemeriksaan atau untuk menentukan dapat
diterimanya suatu bukti dan bebas dari kepentingan dan hubungan pribadi yang
mengakibatkan pembatasan pengujian atas berbagai kegiatan dan catatan
Independensi dalam membuat laporan
meliputi bebas dari berbagai perasaan loyal atau kewajiban untuk mengurangi
dampak dari fakta-fakta yang dilaporkan; pengabaian penggunaan yang sengaja
atau tidak sengaja dari bahasa yang mendua dalam pernyataan fakta, pendapat dan
rekomendasi serta dalam penafsirannya dan bebas dari berbagai usaha untuk
menolak pertimbangan auditor sebagai kandungan yang tepat dari laporan audit,
baik dalam hal yang faktual maupun opininya
Jadi, untuk meningkatkan sikap
independensi auditor sektor publik, maka kedudukan auditor sektor publik baik
secara pribadi maupun kelembagaan, harus terbebas dari pengaruh dan campur
tangan serta terpisah dari pemerintah. Auditor yang independen dapat
menyampaikan laporannya kepada semua pihak secara netral.
5. PENUTUP
Selama
ini sektor publik/pemerintah tidak luput dari tudingan sebagai sarang korupsi,
kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara, padahal sektor
publik merupakan lembaga yang menjalankan roda pemerintahan yang sumber
legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena itu, kepercayaan yang
diberikan oleh masyarakat kepada penyelenggara pemerintahan haruslah diimbangi
dengan adanya pemerintahan yang bersih.
Seiring dengan munculnya tuntutan dari
masyarakat agar organisasi sektor publik mempertahankan kualitas,
profesionalisme dan akuntabilitas publik serta value for money dalam
menjalankan aktivitasnya, diperlukan audit terhadap organisasi sektor publik
tersebut. Akan tetapi, audit yang dilakukan tidak hanya terbatas pada audit
keuangan dan kepatuhan saja, namun perlu diperluas dengan melakukan audit
terhadap kinerja organisasi sektor publik tersebut.
Audit kinerja memfokuskan pemeriksaan
pada tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi yang menggambarkan kinerja
entitas atau fungsi yang diaudit. Audit kinerja merupakan suatu proses yang
sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif, agar dapat
melakukan penilaian secara independen atas ekonomi dan efisiensi operasi,
efektifitas dalam pencapaian hasil yang diinginkan dan kepatuhan terhadap
kebijakan, peraturan dan hukum yang berlaku, menentukan kesesuaian antara
kinerja yang telah dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya
serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak pengguna laporan tersebut.
Kemampuan mempertanggungjawabkan
(akuntabilitas) dari sektor publik pemerintah sangat tergantung pada kualitas
audit sektor publik. Tanpa kualitas audit yang baik, maka akan timbul
permasalahan, seperti munculnya kecurangan, korupsi, kolusi dan berbagai ketidakberesan
di pemerintahan. Kualitas audit sektor publik dipengaruhi oleh kapabilitas
teknikal auditor serta independensi auditor baik secara pribadi maupun
kelembagaan. Untuk meningkatkan sikap independensi auditor sektor publik, maka
kedudukan auditor sektor publik harus terbebas dari pengaruh dan campur tangan
serta terpisah dari pemerintah, baik secara pribadi maupun kelembagaan.
Pustaka
- Republik Indonesia. 1999. Undang-undang No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
- _______. 2000. Peraturan Pemerintah No. 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
- _______. 2000 Peraturan Pemerintah No. 108 tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban kepada Daerah.
- Wilopo. 2001. “Faktor-faktor yang Menentukan Kualitas Audit pada Sektor Publik/Pemerintah”. Ventura. STIE Perbanas Surabaya. Vol. 4 No. 1. Juni. pp. 27 – 32.
- ( Oleh : Achmad Badjuri & Elisa Trihapsari )
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Pengaruh Audit Sektor Publik Terhadap Pengembangan Akuntansi Pemerintahan Di Indonesia
Ditulis oleh Bagio
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://gioakram13.blogspot.com/2013/04/pengaruh-audit-sektor-publik-terhadap.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Bagio
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Posting Komentar