Posted by Bagio Sabtu, 18 Mei 2013 0 komentar
Harry S.Freedom (1999), mengemukakan bahwa manajemen usaha-usaha kecil itu biasanya terlalu banyak yang hendak/harus dikerjakan tetapi terlalu sedikit waktu yang tersedia. Ini mungkin karena soalnya begitu pelik atau mungkin yang mengerjakannya tidak mempunyai kapasitas/kemampuan untuk itu baik diukur dari kegiatan-kegiatannya (actions) maupun dari batasan waktu yang sebenarnya. Diakui bahwa memang terdapat batasan-batasan dana, waktu dan personalia dalam bahan-bahan usaha yang relative kecil termasuk koperasi.Disadari bahwa lingkungan koperasi itu berubah-berubah, Manajemen koperasi harus selalu menyadari perubahan-perubahan ini. Ini dipengaruhi oleh pendidikan, latihan, serta pengalaman . Kita mengetahui bahwa perubahan-perubahan itu meliputi kompleksa yang mungkin tidak dapat dikuasai pengurus koperasi. Oleh karena itu koperasi harus mengubah pendekatan menajerialnya terhadap perubahan-perubahan yang cepat ini. Kalau menggunakan konsultan atau bimbingan direktorat mungkin tidak ada  dana atau waktu maka jelas pendekatan soal harus dilakukan sendiri oleh koperasi. Yang harus dilakukan adalah berusaha meneliti pola-pola (perubahan) data. Ada yang menyimpang dari pola ini saja yang perlu diperhatikan sehingga tindak lanjutnya dibatasi gerakannya, dengan demikian starategi kebijaksanaan dan taktik dapat diarahkan.
A.   Perencanaan
Dalam perencanaan proses usaha ini perlu dilakukan tujuan proses sedemikian rupa sehingga serasi dengan tujuan koperasi pada umumnya. Apabila tidak demikian halnya masing-masing bagian nanti akan mencapai tujuannya sendiri-sendiri. Setelah ditentukan tujuan maka perlulah digariskan strategi kebijaksanaan dan taktik pencapaian tujuan itu.

B.   Pengorganisasian
Dalam rangka pengoganisasian proses usaha ini perlu digariskan secara jelas:
a. Fungsi dan pembagian fungsi

  1. Fungsi vertical
  2. Fungsi horizontal
b. Hubungan fungsi yaitu tentang
  1. Tanggung jawab jabatan
  2. Kekuasaan jabatan
  3. Pelaporan
c. Struktur organisasi usaha yang dipih:
  1. Garis atau:
  2. Garis dan staf
  3. Fungsional

C.  Pengarahan
Pengarahan meliputi usaha-usaha memberikan perintah perintah yang dikomunikasikan sedemikian rupa agar yang diminta untuk melaksanakan tindakan itu setelah dimotivasi tidak merasa dirinya diperintah bahkan dengan sukarela menjalankan kegiatan-kegiatan yang kreatif inovatif.
   
D.  Koordinasi
Koordinasi merupakan usaha meniadakan kompleks hubungan antarbagian atau individu didalam suatu organisasi. Kalau organisasi koperasi relative kecil maka koordinasi ini dapat dicapai dengan pembinaan informasi “face to fece”, informal sifatnya. Sedang apabila organisasi bertambah besar maka perlu dibentuk panitia-panitia (adhoc) yang menciptakan program-program tertentu beserta followupnya sekali.

E.  Pengawasan
Setiap program usaha seyogyanya direncanakan, dan ini meliputi penentuan-penentuan standar-standar yang menjadi bahan perbandingan. Hal-hal yang senyatanya terjadi diawasi dan diperbandingan. Hal hal yang senyatannya terjadi diawasi dan diperbandingkan dengan standar itu sehingga hal hal yang menyimpang yang tidak dapat ditolransi perlu dicari sebab sebabnya sehingga dapat dilakukan korektif. Demikianlah maka tujuan-tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan adanya fungsi manajemen yang diintegrasikan.
Sebagai contoh kita berusaha memperbaiki sikap serta tingkah laku para anggota koperasi agar mereka itu mempunyai pandangan terpadu terhadap koperasinya. Berbagai cara dapat diperlakukan, Tentunya pengurus dapat menentukan cara mana yang paling ampuh untuk mengikat mereka (secara persuasif) agar mempunyai kesatuan tujuan dengan organisasi (koperasi)nya, misalnya dalam rangka:
a.    Penarikan anggota
b.     Mengembangkan
c.    Memberikan kompensasi
d.    Mengadakan integrasi
e.    Mempertahankan anggota

Aspek asepek ini merupakan proses dalam rangka mengatur anggota (personalia) koperasi. Didalamnya implicit mengandung kebijaksanaan, strategi dan taktik disesuaikan dengan keadaan lingkungan hidup koperasi.
Prosese-proses usaha yang lain dengan aspek-aspeknya dapat dikemukakan dibawah ini:
a.    Dasar
1.    Pemgumpulan
2.    Penyiapan untuk konsumen
3.    Distribusi

b.   Pelayanan
1.   Fisik
      -    Pengangkutan
      -    Penyimpanan
      -    Grading dan standarisasi
      -    Packaging

2.  Transfer milik
     -    Mempertemukan penjual denga pembeli
     -    Pembelanjaan
     -    Pertanggung risiko
Proses  produksi dengan aspek-aspek:
a.  Design
    1.    Perencanaan produksi
    2.    Layout pabrik
    3.    Pengendalian bahan
    4.    Penelitian dan pengembangan produk
    5.    Lingkungan kerja dan satndar
b.  Proses
    1.    Pengendalian bahan
    2.    Pengaturan persediaan bahan
    3.    Pemeliharaan dan penggantin mesin
c.  Pengawasan
    1.    Persediaan
    2.    Produksi
    3.    Kualita
    4.    Ongkos produksi
Proses pembelanjaan dengan aspek-aspek:
a.  Pembelanjaan pasif-sumber modal:
     1.    Modal asing/pinjaman (jangka pendek dan jangka panjang)
     2.    Modal sendiri (Simpanan pokok dan lain-lain)
b.  Pembelanjaan aktif:
     1.    Manjemen aktiva lancer
     2.    Manajemen aktiva tetap
c.  Perencanaan pembelanjaan dan pengurusannya (budget budget)
d.  Analisa rasioa laporan financial

Proses  akuntansi dan administrasi dengan aspek-aspek:
a.    Akuntansi financial
b.    Audit dan internal contoh
c.    Sisitem akuntansi
d.    Manajemen akuntansi

Hal-hal yang terpenting ialah pengurus harus dapat meningkatkan produktivitas kerja. Oleh Karen itu perlulah diprhatikan factor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja ini yaitu:
1.    Kinerja/performance para anggota
2.    Perkembangan bahan dan tekonologi
3.    Adanya dukungan dari pemerintah
Kinerja anggota tergantung pada motivasi dan kemampuan. Motivasi bergantung pada lingkungan fisik ,ego dan social sedang kemampuan bergantung pada pendidikan, perjalanan , latihan, bakat, minta dan kepribadian para anggota. Secara antrhopologis dapat dikemukakan bahwa angota koperasi itu pada hakikatnya adalah makhluk biologis, mempunyai kepribadian tertentu yang mendorong mereka untuk secara sukarela berorganisasi bila dipenuhi syarasyarat tertentu. Oleh karena itu, organisasi (koperasi) yang mempunyai wadah seseorang:
1.    Harus  mempunyai suatu struktur
2.    Ada proses komunikasi
3.    Ada proses pengambilan keputusan
4.    Ada sanksi-sanksi untuk pelaksanaan putusan
5.    Ada karakteristik sikap tertentu
6.    Ada proses mengobservasi/mengamati serta menilai lingkungan
7.    Ada usaha menghubungkan Organisasi dengan lingkungannya
Lingkungan konsumen / anggota yang cukup pelik ini ditambah dengan situasi persaingan dan harga-harga, menambah berat kedudukan koperasi secara intern organisatoris dan ekstern menghadapai lingkungan. Koperasi itu harus menghayati bagaimana sifat-sifat struktur pasar yang dihadapinya, sifat-sifat mana berhubungan dengan banyaknya penjual, jenis produk, harga-harga, mudah/tidaknya usaha dimasuki badan usaha lain, serta usaha-usaha pemasaran. Adapun sturuktur pasar dapat dibagi dalam struktur persaingan sempurnah, persaingan monopolistis, oligopli, dan monopoli. Ini terutama untuk koperasi-koperasi konsumsi, produksi dan kredit.


KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH
 
Peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)  dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari : (1) kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor, (2) penyedia lapangan kerja yang terbesar, (3) pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat, (4) pencipta pasar baru dan sumber  inovasi, serta (5) sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor.   Posisi penting ini sejak dilanda krisis belum semuanya berhasil dipertahankan, sehingga pemulihan ekonomi belum optimal.
Perekonomian nasional, jika diukur dengan PDB, telah pulih dari krisis ekonomi pada tahun 2003. Secara umum peran usaha mikro dan kecil dalam PDB mengalami kenaikan dibanding sebelum krisis, bersamaan dengan merosotnya usaha menengah dan besar, terutama pada puncak  krisis ekonomi tahun 1998 dan 1999, namun kemudian tergeser kembali oleh usaha besar.   Usaha kecil telah pulih dari krisis pada tahun 2001, dan usaha besar baru pulih dari krisis pada tahun 2003, sedang untuk usaha menengah diperkirakan  pulih pada tahun 2004. Krisis ekonomi mengakibatkan Indonesia tertinggal tujuh tahun dibandingkan negara lain dalam membangun daya saing perekonomian nasionalnya.
Untuk mencapai sasaran pembangunan ekonomi yang ditetapkan oleh Kabinet Indonesia Bersatu, maka pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) perlu memperoleh perhatian, mengingat:
1.   PERTUMBUHAN EKONOMI MEMERLUKAN DUKUNGAN INVESTASI
Pada kondisi ekonomi Indonesia saat ini relatif akan sulit menarik investasi.   Untuk itu, keterbatasan investasi perlu diarahkan pada upaya mengembangkan wirausaha baru.  Usaha Kecil pada tahun 2003 rata-rata hanya memerlukan investasi sebesar Rp 1,5 juta per unit usaha yang dapat menghasilkan PDB sebesar Rp 4,3 juta atas dasar harga

2.   PENYERAPAN TENAGA KERJA OLEH UKM
UKM mampu menyerap 99,45% tenaga kerja di Indonesia.  Berkembangnya wirausaha sebanyak 6,67 juta dalam lima tahun, dengan asumsi kemampuan penyerapan tenaga kerja oleh usaha kecil sebesar 1,6 orang tenaga kerja per unit usaha, maka usaha kecil diharapkan mampu memberikan lapangan kerja baru bagi 10,67 juta orang.  Jika pertumbuhan penyerapan tenaga kerja oleh sektor usaha besar dan menengah konsisten, maka sasaran pengangguran sebesar 5,1% (atau hanya 5,94 juta orang menganggur, yang berarti sebanyak 110,6 juta orang bekerja dari perkiraan 116,516 juta angkatan kerja pada tahun 2009) akan dapat dicapai.   Bahkan, jika pengembangan kewirausahaan dan penumbuhan unit usaha baru dilaksanakan secara optimal, pengangguran terbuka akan dapat ditekan pada angka  3,28% pada tahun 2009.  Perhitungannya tahun 2003, jumlah angkatan kerja di Indonesia 103,416 ribu orang, yang bekerja 92,057 ribu orang dan yang menganggur 11,359 ribu orang.   Dengan asumsi kemampuan penyerapan tenaga kerja yang ada hanya 2 juta per tahun yang berarti 10 juta dalam lima tahun ditambah 10,67 juta dari wirausaha baru, maka perkiraan jumlah penduduk yang bekerja pada tahun 2009 sekitar 112,7 juta orang, yang berarti tingkat pengangguran dalam kisaran 3,28%.  

3.   PRODUKTIVITAS PEMBENTUKAN PDB USAHA MIKRO DAN KECIL
Produktivitas pembentukan PDB usaha mikro dan kecil per tenaga kerja atas dasar harga berlaku pada tahun 2003 sebesar Rp 10,45 juta per orang (US$ 1.161, asumsi kurs US$ = Rp 9.000), dengan laju pertumbuhan rata-rata dalam 4 tahun terakhir 9,35%, sehingga pada tahun 2009 diperkirakan produktivitasnya sebesar Rp 17,87 juta per orang tenaga kerja atau setara dengan USD 1.787 (dengan asumsi sangat konservatif US$ 1 = Rp 10.000).    Perlu diingat, ini terkait dengan 88,4% tenaga kerja di Indonesia.   Peningkatan ini diharapkan akan meningkatkan pendapatan per kapita dari kelompok mayoritas penduduk terbawah dari US$ 431,6 menjadi US$ 875,9 per kapita (Rasio TK : penduduk = 1 : 2,69 pada tahun 2003 menjadi      1 : 2,04 pada tahun 2009).  Pemberdayaan UKM akan membantu upaya meningkatkan pendapatan per kapita, dan sekaligus meningkatkan pemerataan pendapatan masyarakat, sehingga upaya menurunkan tingkat kemiskinan di bawah 8,2% pada tahun 2009 dapat dicapai.

4.   STABILITAS EKONOMI MAKRO
Pengembangan UMKM diharapkan akan meningkatkan stabilitas ekonomi makro karena menggunakan bahan baku lokal dan memiliki potensi ekspor, sehingga akan membantu menstabilkan kurs rupiah dan tingkat inflasi.   Pembangunan UMKM akan menggerakkan sektor riil karena UMKM umumnya memiliki keterkaitan industri yang cukup tinggi. Sektor UMKM  diharapkan akan menjadi tumpuan pengembangan sistem perbankan yang kuat dan sehat pada masa mendatang, mengingat non-performing loan-nya yang relatif sangat rendah. Pengembangan UMKM juga akan meningkatkan pencapaian sasaran di bidang pendidikan, kesehatan, dan indikator kesejahteraan masyarakat Indonesia lainnya.  
 
5.   KEHIDUPAN YANG AMAN, DAMAI, ADIL, DEMOKRATIS, DAN SEJAHTERA
Adanya lapangan kerja dan meningkatnya pendapatan diharapkan akan membantu mewujudkan masyarakat Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokratis, serta sejahtera.  Sulit mewujudkan keamanan yang sejati, jika masyarakat hidup dalam kemiskinan dan tingkat pengangguran yang tinggi.   Sulit mewujudkan demokrasi yang sejati, jika terjadi ketimpangan ekonomi di masyarakat; serta sulit mewujudkan keadilan hukum, jika ketimpangan penguasaan sumberdaya produktif masih sangat nyata.    Pembangunan UMKM merupakan salah satu jawaban untuk mewujudkan visi Indonesia yang aman, damai, adil, demokratis, dan sejahtera.

PERMASALAHAN
1.   RENDAHNYA PRODUKTIVITAS
Perkembangan kinerja UMKM yang meningkat dari segi kuantitas belum diimbangi dengan peningkatan kualitas UMKM yang memadai, khususnya skala usaha mikro. Masalah yang masih dihadapi adalah rendahnya produktivitas, sehingga menimbulkan kesenjangan yang sangat lebar antara pelaku usaha kecil, menengah, dan besar. Demikian pula dengan perkembangan produktivitas per tenaga kerja usaha mikro dan kecil yang belum menunjukkan perkembangan yang berarti. Kinerja seperti ini berkaitan dengan : (a) rendahnya kualitas sumberdaya manusia UMKM, khususnya dalam bidang manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran; dan (b) rendahnya kompetensi kewirausahaan UMKM. Peningkatan produktivitas UMKM sangat diperlukan untuk mengatasi ketimpangan antarpelaku, antargolongan pendapatan, dan antardaerah, termasuk penanggulangan kemiskinan, sekaligus mendorong peningkatan daya saing nasional.

2.   TERBATASNYA AKSES UMKM KEPADA SUMBERDAYA PRODUKTIF
UMKM memiliki akses yang terbatas kepada sumberdaya produktif, terutama  permodalan, teknologi, informasi, dan pasar. Dalam hal pendanaan, produk jasa lembaga keuangan sebagian besar masih berupa kredit modal kerja, sedangkan untuk kredit investasi sangat terbatas. Bagi UMKM keadaan ini sulit untuk meningkatkan kapasitas usaha ataupun mengembangkan produk-produk yang bersaing.
 Perbankan menerapkan persyaratan pinjaman yang tidak mudah dipenuhi, seperti jumlah jaminan meskipun usahanya layak.  Di samping itu, perbankan yang merupakan sumber pendanaan terbesar, masih memandang UMKM sebagai kegiatan yang berisiko tinggi.  Pada tahun 2003, untuk skala jumlah pinjaman dari perbankan sampai dengan Rp 50 juta, terserap hanya sekitar 24 persen ke sektor produktif, selebihnya terserap ke sektor konsumtif.  Bersamaan dengan itu, penguasaan teknologi, manajemen, informasi, dan pasar masih jauh dari memadai serta memerlukan biaya yang relatif besar untuk dikelola secara mandiri oleh UMKM.  Sementara itu, ketersediaan lembaga yang menyediakan jasa di bidang tersebut juga sangat terbatas dan tidak merata ke seluruh daerah. Peran masyarakat dan dunia usaha dalam pelayanan kepada UMKM juga belum berkembang, karena pelayanan kepada UMKM masih dipandang kurang menguntungkan.

3.   MASIH RENDAHNYA KUALITAS KELEMBAGAAN DAN ORGANISASI KOPERASI
Sampai dengan akhir tahun 2003, jumlah koperasi mencapai 123 ribu unit, dengan jumlah anggota sebanyak 27,3 juta orang.  Meskipun jumlahnya cukup besar dan terus meningkat, kinerja koperasi masih jauh dari yang diharapkan.  Sebagai contoh, jumlah koperasi yang aktif pada tahun 2003 adalah sebanyak 93,8 ribu unit atau hanya sekitar 76% dari koperasi yang ada. Di antara koperasi yang aktif tersebut hanya 44,7 ribu koperasi atau kurang dari 48% yang menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan (RAT), salah satu perangkat organisasi yang merupakan lembaga (forum) pengambilan keputusan tertinggi dalam organisasi koperasi. Selain itu, secara rata-rata baru 27% koperasi aktif yang mempunyai manajer koperasi.

4.   TERTINGGALNYA KINERJA KOPERASI DAN KURANG BAIKNYA CITRA KOPERASI
Kurang pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan (struktur organisasi, struktur kekuasaan, dan struktur insentif) yang unik/khas dibandingkan badan usaha lainnya, serta kurang memasyarakatnya informasi tentang praktik-praktik berkoperasi yang baik (best practices) telah menimbulkan berbagai permasalahan mendasar, yang menjadi kendala bagi kemajuan perkoperasian di Indonesia, yakni :
  1. Koperasi yang didirikan tanpa didasari dengan adanya kebutuhan/ kepentingan ekonomi bersama dan prinsip kesukarelaan dari para anggota, sehingga kehilangan jatidirinya sebagai koperasi sejati yang otonom dan swadaya/mandiri;
  2. Koperasi yang tidak dikelola secara profesional dengan menggunakan teknologi dan kaidah ekonomi moderen sebagaimana layaknya sebuah badan usaha;
  3. Masih terdapat kebijakan regulasi yang kurang mendukung kemajuan koperasi;
  4. Koperasi masih sering dijadikan oleh segelintir orang/kelompok, baik di luar maupun di dalam gerakan koperasi itu sendiri, untuk mewujudkan kepentingan pribadi atau golongannya, yang tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan kepentingan anggota koperasi yang bersangkutan dan nilai-nilai luhur serta prinsip-prinsip koperasi.
  5. Sebagai akibat dari kondisi di atas, maka : (i) kinerja dan kontribusi koperasi dalam perekonomian relatif tertinggal dibandingkan badan usaha lainnya; dan (ii) citra koperasi di mata masyarakat kurang baik. Lebih lanjut, kondisi tersebut mengakibatkan terkikisnya kepercayaan, kepedulian, dan dukungan masyarakat kepada koperasi.
5.   KURANG KONDUSIFNYA IKLIM USAHA
Koperasi dan UMKM pada umumnya juga masih menghadapi berbagai masalah yang terkait dengan iklim usaha yang kurang kondusif, di antaranya adalah:
(a)    ketidakpastian dan ketidakjelasan prosedur perizinan yang mengakibatkan besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perizinan, dan timbulnya berbagai pungutan tidak resmi; (b) proses bisnis dan persaingan usaha yang tidak sehat; dan (c) lemahnya koordinasi lintas instansi dalan pemberdayaan koperasi dan UMKM.  Di samping itu, otonomi daerah yang diharapkan mampu mempercepat tumbuhnya iklim usaha yang kondusif bagi koperasi dan UMKM, temyata belum menunjukkan kemajuan yang merata. Sejumlah daerah telah mengidentifikasi peraturan-peraturan yang menghambat, sekaligus berusaha mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan, bahkan telah meningkatkan pelayanan kepada koperasi dan UMKM dengan mengembangkan pelayanan satu atap. Namun, masih terdapat daerah lain yang memandang koperasi dan UMKM sebagai sumber pendapatan asli daerah dengan mengenakan pungutan-pungutan baru yang tidak perlu, sehingga biaya usaha koperasi dan UMKM meningkat.  Di samping itu, kesadaran tentang hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan pengelolaan lingkungan masih belum berkembang.  Oleh karena itu, aspek kelembagaan perlu menjadi perhatian yang sungguh-sungguh, dalam rangka memperoleh daya jangkau hasil dan manfaat (outreach impact) yang semaksimal mungkin, mengingat besarnya jumlah, keanekaragaman usaha, dan tersebarnya UMKM.

Sasaran Kebijakan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM
Koperasi dan UMKM menempati posisi strategis untuk mempercepat perubahan struktural dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.  Sebagai wadah kegiatan usaha bersama bagi produsen maupun konsumen, koperasi diharapkan berperan dalam meningkatkan posisi tawar dan efisiensi ekonomi rakyat, sekaligus turut memperbaiki kondisi persaingan usaha di pasar, melalui dampak eksternalitas positif yang ditimbulkannya.  Sementara itu, UMKM berperan dalam memperluas penyediaan lapangan kerja, memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dan memeratakan peningkatan pendapatan. Bersamaan dengan itu adalah meningkatnya daya saing dan daya tahan ekonomi nasional.

Dengan perspektif peran seperti ltu, sasaran umum pemberdayaan koperasi dan UMKM pada tahun 2004-2009 adaIah:
  1. Meningkatnya produktivitas UMKM dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari Iajupertumbuhan produktivitas nasional;
  2. Meningkatnya proporsi usaha kecil formal;
  3. Meningkatnya nilai ekspor produk usaha kecil dan menengah dengan Iaju pertumbuhan Iebih tinggi dari laju pertumbuhan nilai tambahnya;
  4. Berfungsinya sistem untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
  5. Meningkatnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi sesuai dengan jatidiri koperasi.
Arah Kebijakan dan Pemberdayaan Dan UMKM
Dalam rangka mewujudkan sasaran di atas, pemberdayaan koperasi dan UMKM akan dilaksanakan dengan arah kebijakan sebagai berikut:
1. Mengembangkan usaha kecil dan menengah (UKM) untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing; sedangkan pengembangan usaha skala mikro Iebih diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah.
2.  Memperkuat kelembagaan dengan menerapkan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik (good governance) dan berwawasan gender, terutama untuk:
Ø  memperluas akses kepada sumber permodalan, khususnya perbankan;
Ø  memperbaiki lingkungan usaha dan menyederhanakan prosedur perizinan;
Ø memperluas dan meningkatkan kualitas institusi pendukung yang menjalankan fungsi intermediasi sebagai penyedia jasa pengembangan usaha, teknologi, manajemen, pemasaran, dan informasi.
3. Memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuhkan wirausaha baru berkeunggulan untuk mendorong pertumbuhan, peningkatan ekspor, dan penciptaan lapangan kerja, terutama dengan :Ø   meningkatkan perpaduan antara tenaga kerja terdidik dan terampil dengan adopsi penerapan tekonologi;
Ø mengembangkan UMKM melalui pendekatan klaster di sektor agribisnis dan agroindustri disertai pemberian kemudahan dalam pengelolaan usaha, termasuk dengan cara meningkatkan kualitas kelembagaan koperasi sebagai wadah organisasi kepentingan usaha bersama untuk memperoleh efisiensi kolektif;
Ø mengembangkan UMKM untuk makin berperan dalam proses industrialisasi, perkuatan keterkaitan industri, percepatan pengalihan teknologi, dan peningkatan kualitas SDM;
Ø mengintegrasikan pengembangan usaha dalam konteks pengembangan regional, sesuai dengan karakteristik pengusaha dan potensi usaha unggulan di setiap daerah.
4.  Mengembangkan UMKM untuk makin berperan sebagai penyedia barang dan jasa pada pasar domestik yang semakin berdaya saing dengan produk impor, khususnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak.
5. Membangun koperasi  yang  diarahkan dan difokuskan pada upaya-upaya  untuk : (i) membenahi dan memperkuat tatanan kelembagaan dan organisasi koperasi di tingkat makro, meso, maupun mikro, guna menciptakan iklim dan lingkungan usaha yang kondusif bagi kemajuan koperasi, serta kepastian hukum yang menjamin terlindunginya koperasi dan/atau anggotanya dari praktik-praktik persaingan usaha yang tidak sehat; (ii) meningkatkan pemahaman, kepedulian, dan dukungan pemangku kepentingan (stakeholders) kepada koperasi; dan (iii) meningkatkan kemandirian gerakan koperasi.
Pemberdayaan koperasi dan UMKM bersifat lintas sektoral, sehingga perspektif pembangunan koperasi dan UMKM perlu dimiliki oleh setiap anggota Kabinet Indonesia Bersatu dan jajaran birokrasi di bawahnya.   Kesulitan pembangunan koperasi dan UMKM di Indonesia adalah rendahnya perspektif pembangunan koperasi dan UMKM yang dimiliki oleh jajaran birokrasi dan dunia usaha di Indonesia, serta adanya persepsi bahwa pembangunan koperasi dan UMKM merupakan urusan Kementerian Koperasi dan UKM.  
Pemberdayaan Koperasi dan UMKM pada masa mendatang diharapkan tumbuh dari prakarsa masyarakat dan dilaksanakan oleh masyarakat secara mandiri dalam tatanan sistem ekonomi kerakyatan.  Peran pemerintah akan difokuskan pada fungsi regulasi dan fasilitasi untuk menciptakan struktur pasar dan persaingan yang sehat sebagai lapangan bermain bagi koperasi, pengusaha mikro, kecil, dan menengah, serta mengoreksi ketidaksempurnaan mekanisme pasar dengan menumbuhkan iklim berusaha yang kondusif, serta memberikan dukungan perkuatan bagi koperasi, pengusaha mikro, kecil, dan menengah. 
Dengan mengacu pada sasaran dan arah kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM sebagaimana uraian di atas, maka diperlukan strategi pada tatanan makro, meso, dan mikro melalui implementasi  program-program pemberdayaan koperasi dan UMKM berikut ini.

1.  PENCIPTAAN IKLIM USAHA BAGI UMKM
Tujuan program ini adalah untuk memfasilitasi terselenggaranya lingkungan usaha yang efisien secara ekonomi, sehat dalam persaingan, dan nondiskriminatif bagi kelangsungan dan peningkatan kinerja usaha UMKM, sehingga dapat mengurangi beban administratif, hambatan usaha dan biaya usaha, serta meningkatkan rata-rata skala usaha, mutu layanan perizinan/pendirian usaha, dan partisipasi stakeholders dalam pengembangan kebijakan UMKM.
Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut:
  1. Penyempurnaan peraturan perundangan, seperti Undang-Undang tentang Usaha Kecil dan Menengah dan Undang-Undang tentang Wajib Daftar Perusahaan beserta ketentuan pelaksanaannya, dalam rangka membangun landasan legalitas usaha yang kuat dan melanjutkan penyederhanaan birokrasi, perizinan, lokasi, serta peninjauan terhadap peraturan perundangan lainnya yang kurang kondusif bagi UMKM, termasuk peninjauan terhadap pemberlakuan berbagai pungutan biaya usaha, baik sektoral maupun spesifik daerah;
  2. Fasilitasi dan penyediaan kemudahan dalam formalisasi badan usaha;
  3. Peningkatan kelancaran arus barang, baik bahan baku maupun produk, dan jasa yang diperlukan seperti kemudahan perdagangan antardaerah dan pengangkutan;
  4. Peningkatan kemampuan aparat dalam melakukan perencananaan dan penilaian regulasi kebijakan dan program;
  5. Pengembangan pelayanan perizinan usaha yang mudah, murah, dan cepat, termasuk melalui perizinan satu atap bagi UMKM, pengembangan unit penanganan pengaduan serta penyediaan jasa advokasi/mediasi yang berkelanjutan bagi UMKM;
  6. Penilaian dampak regulasi/kebijakan nasional dan daerah terhadap perkembangan dan kinerja UMKM, dan pemantauan pelaksanaan kebijakan/ regulasi;
  7. Peningkatan kualitas penyelenggaraan koordinasi dalam perencanaan kebijakan dan program UMKM dengan partisipasi aktif para pelaku dan instansi terkait; dan
  8. Peningkatan penyebarluasan dan kualitas informasi UMKM, termasuk pengembangan jaringan pelayanan informasinya.
2.   PENGEMBANGAN SISTEM PENDUKUNG USAHA BAGI UMKM
Program ini bertujuan untuk mempemudah, memperlancar, dan memperluas akses UMKM kepada sumberdaya produktif agar mampu memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumberdaya lokal serta menyesuaikan skala usahanya sesuai dengan tuntutan efisiensi.  Sistem pendukung dibangun melalui pengembangan lembaga pendukung/penyedia jasa pengembangan usaha yang terjangkau, semakin tersebar, dan bermutu untuk meningkatkan akses UMKM terhadap pasar dan sumberdaya produktif, seperti sumberdaya manusia, modal, pasar, teknologi, dan informasi, termasuk mendorong peningkatan fungsi intermediasi lembaga-lembaga keuangan bagi UMKM.
Kegiatan-kegiatan pokok dari program ini antara lain mencakup:
  1. Penyediaan fasilitasi untuk mengurangi hambatan akses UMKM terhadap sumberdaya produktif, termasuk sumberdaya alami;
  2. Peningkatan peranserta dunia usaha/masyarakat sebagai penyedia jasa layanan teknologi, manajemen, pemasaran, informasi, dan konsultan usaha melalui penyediaan sistem insentif, kemudahan usaha, serta peningkatan kapasitas pelayanannya;
  3. Peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan mikro (LKM) dan koperasi simpan pinjam/usaha simpan pinjam (KSP/USP), antara lain melalui pemberian kepastian status badan hukum, kemudahan dalam perizinan, insentif untuk pembentukan sistem jaringan antar-LKM dan antara LKM dan bank, serta dukungan terhadap peningkatan kualitas dan akreditasi KSP/USP/LKM sekunder;
  4. Perluasan sumber pembiayaan bagi koperasi dan UMKM, khususnya skim kredit investasi bagi koperasi dan UMKM dan peningkatan peran lembaga keuangan bukan bank, seperti perusahaan modal ventura, serta peran lembaga penjaminan kredit koperasi dan UMKM nasional dan daerah, disertai dengan pengembangan jaringan informasinya;
  5. Peningkatan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan dana pengembangan UMKM yang bersumber dari berbagai instansi pemerintah pusat, daerah, dan BUMN;
  6. Dukungan terhadap upaya mengatasi masalah kesenjangan kredit (kesenjangan skala, formalisasi, dan informasi) dalam pendanaan UMKM;
  7. Pengembangan sistem insentif, akreditasi, sertifikasi, dan perkuatan lembaga-lembaga pelatihan serta jaringan kerjasama antarlembaga pelatihan;
  8. Pengembangan dan revitalisasi unit pelatihan dan penelitian dan pengembangan (litbang) teknis dan informasi milik berbagai instansi pemerintah pusat dan daerah untuk berperan sebagai lembaga pengembangan usaha bagi UMKM; dan
  9. Dukungan terhadap upaya penguatan jaringan pasar produk UMKM dan anggota koperasi, termasuk pasar ekspor, melalui pengembangan lembaga pemasaran, jaringan usaha termasuk kemitraan usaha, dan pengembangan sistem transaksi usaha yang bersifat on-line, terutama bagi komoditas unggulan berdaya saing tinggi.

3.  PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEUNGGULAN KOMPETITIF UKM
Program ini ditujukan untuk mengembangkan jiwa dan semangat kewirausahaan dan meningkatkan daya saing UMKM, sehingga pengetahuan serta sikap wirausaha semakin berkembang dan produktivitas meningkat; wirausaha baru berbasis pengetahuan dan teknologi meningkat jumlahnya, dan ragam produk-produk unggulan UMKM semakin berkembang.
Kegiatan-kegiatan pokok dari program ini antara lain mencakup:
  1. Pemasyarakatan kewirausahaan, termasuk memperluas pengenalan dan semangat kewirausahaan dalam kurikukulum pendidikan nasional dan pengembangan sistem insentif bagi wirausaha baru, terutama yang berkenaan dengan aspek pendaftaran/izin usaha, lokasi usaha, akses pendanaan, perpajakan, dan informasi pasar;
  2. Penyediaan sistem insentif dan pembinaan serta fasilitasi untuk memacu pengembangan UKM berbasis teknologi, termasuk wirausaha baru berbasis teknologi, terutama UKM berorientasi ekspor, subkontrak/penunjang, agribisnis/agroindustri, dan yang memanfaatkan sumberdaya lokal;
  3. Penyediaan sistem insentif dan pembinaan untuk meningkatkan kesadaran UKM tentang HaKI dan pengelolaan lingkungan yang disertai upaya peningkatan perlindungan HaKI milik UKM;
  4. Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan jaringan lembaga pengembangan kewirausahaan;
  5. Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan inkubator teknologi dan bisnis, termasuk dengan memanfaatkan fasilitas penelitian dan pengembangan pemerintah pusat/daerah dan melalui kemitraan publik, swasta, dan masyarakat;
  6. Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan kemitraan investasi antar-UKM, termasuk melalui aliansi strategis atau investasi bersama (joint investment) dengan perusahaan asing dalam rangka mempercepat penguasaan teknologi dan pasar;
  7. Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan jaringan produksi dan distribusi melalui pemanfaatan teknologi informasi, pengembangan usaha kelompok dan jaringan antar-UMKM dalam wadah koperasi serta jaringan antara UMKM dan usaha besar melalui kemitraan usaha; dan
  8. Pemberian dukungan serta kemudahan terhadap upaya peningkatan kualitas pengusaha mikro, kecil, dan menengah, termasuk wanita pengusaha, menjadi wirausaha tangguh yang memiliki semangat koperatif.
4.  PEMBERDAYAAN USAHA SKALA MIKRO
Program ini ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama yang masih berstatus keluarga miskin dalam rangka memperoleh pendapatan yang tetap, melalui upaya peningkatan kapasitas usaha, sehingga menjadi unit usaha yang lebih mandiri, berkelanjutan, dan siap untuk tumbuh serta bersaing. 

Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok antara lain mencakup:
  1. Penyediaan kemudahan dan pembinaan dalam memulai usaha, termasuk dalam perizinan, lokasi usaha, dan perlindungan usaha dari pungutan informal;
  2. Penyediaan skim-skim pembiayaan altematif tanpa mendistorsi pasar, seperti sistem bagi hasil dari dana bergulir, sistem tanggung renteng, atau jaminan tokoh masyarakat setempat sebagai pengganti agunan;
  3. Penyelenggaraan dukungan teknis dan pendanaan yang bersumber dari berbagai instansi pusat, daerah, dan BUMN yang lebih terkoordinasi, profesional, dan institusional;
  4. Penyediaan dukungan terhadap upaya peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan mikro (LKM);
  5. Penyelenggaraan pelatihan budaya usaha dan kewirausahaan, serta bimbingan teknis manajemen usaha;
  6. Penyediaan infrastruktur dan jaringan pendukung bagi usaha mikro serta kemitraan usaha;
  7. Fasilitasi dan pemberian dukungan untuk pembentukan wadah organisasi bersama di antara usaha mikro, termasuk pedagang kaki lima, baik dalam bentuk koperasi maupun asosiasi usaha lainnya, dalam rangka meningkatkan posisi tawar dan efisiensi usaha;
  8. Penyediaan dukungan pengembangan usaha mikro tradisional dan perajin melalui pendekatan pembinaan sentra-sentra produksi/klaster disertai dukungan penyediaan infrastruktur yang makin memada.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Strategi Kebijaksanaan Dan Taktik Usaha Koperasi
Ditulis oleh Bagio
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://gioakram13.blogspot.com/2013/05/strategi-kebijaksanaan-dan-taktik-usaha.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 komentar:

Posting Komentar